Senin, 29 Agustus 2011

Unknow part_1

Gadis itu bangun dari tidurnya, menatap sekitarnya. Masih gelap. Tapi, diluar sudah terlihat sedikit sinar matahari. Gadis itu, menggumam dan turun dari tempat tidurnya. Ia membuka gorden. “Oik sayang! Sudah bangun? Cepatlah turun!” kata seseorang. Gadis itu mengenalinya. Setiap pagi ia selalu mendengarnya. Suara ibunya. Gadis itu turun dengan wajah kusut, dan juga piyama yang berantakkan.

“Astaga, Oik! Bersihkan wajahmu!” kata Ibunya sambil mendorong Oik, nama gadis itu, ke depan washtuffle. Oik menggumam lagi, dan menatap wajahnya di cermin. Benar-benar berantakkan. Oik membasuh wajahnya. Lebih baik. Ia melihat ibunya yang sibuk di dapur.

“Oik, bantu kakakmu, sana!” kata Ibunya. Kakaknya. Tiap pagi, kakaknya sering sekali memberi makan ayam, kuda, dan sebagainya. Memberi makan hewan ternak. Oik sering sekali membantunya. Tetapi, hari ini ia tidak bersemangat. Ia bermimpi bertemu seseorang yang sangat menyebalkan akan tinggal di rumahnya! Dan mimpi itu terasa sangat nyata.

“Baiklah…” kata Oik. Ia menggunakan jaketnya, dan memakai boot. Ia keluar dan menuju kandang kuda. Irsyad, kakaknya sedang memandikan Starly, nama kuda Oik. Oik tersenyum.

“Pagi Starly..” kata Oik sambil mengelus kuda poni yang ia sayangi itu. Irsyad membuka topinya, dan tersenyum melihat adiknya.

“harusnya kau yang memandikannya. Bukan aku! Baiklah, kalau begitu hari ini kau giliran mengajak Starly dan Ralph jalan-jalan” kata Irsyad sambil menggosok tubuh Starly. Oik cemberut. Ia jarang sekali membawa Ralph jalan-jalan. Tapi, baiklah. Tidak apa-apa. Toh, ia bisa mengajak Gita, tetangganya.

“Aku akan ajak Gita” kata Oik sambil mengambil ember berisi air dan menyiramkannya pada tubuh starly. Cipratan air hampir mengenai sebagian tubuh Irsyad. Tapi, apa boleh buat. Tubuhnya sudah basah dari tadi. Oik tersenyum.

“Ayah mana?” tanya Oik sambil mengisi ember dengan air yang baru. Irsyad mengelap tangannya.

“Ia ke kota dengan Paman Joe. Ada apa? Ooh, aku tahu. Pasti kau mau memastikan apa ayam sudah diberi makan ya? ayo sana! Beri makan!” kata Irsyad. Oik mengerang.

Walaupun tradisi tiap pagi seperti ini, Oik sangat senang. Inilah kehidupan orang desa. Oik tinggal dengan kakaknya, adiknya, ibu dan ayah di desa. Ayah dan ibunya mempunyai ladang jagung, padi, dan sayuran lainnya. Juga punya hewan ternak yang hasilnya akan dijual di pasar. Setiap pagi, oik harus membantu kakak dan ayahnya. Adiknya juga kadang-kadang ikut. Desa ini indah sekali. Berada di perbukitan. Oik dan sahabatnya, Gita sering sekali main di bukit dan juga padang rumput. Indaaah sekali. Banyak juga tetangga-tetangga yang ramah. Dan salah satunya, Pama Joe. Paman Joe punya anak yang bekerja di kota. Kini ia tinggal bersama anaknya bungsunya, Debo dan istrinya. Paman Joe sering mengajak Ayah Oik dan kakaknya pergi memancing bersama Debo.

Oik masuk ke rumahnya, sambil menggantungkan jaketnya di samping pintu. Ibunya sedang memasak. Hmm… baunya enak sekali.

“Bu, aku mandi dulu ya! nanti kubangunkan Bastian” kata Oik sambil mengambil satu potong daging.

“Tidak bo-leh!” kata ibunya yang buru-buru menepuk pelan tangan Oik. Oik cemberut.

“Mandi dulu! Baru makan!” tambah Ibunya. Oik menjilat jarinya, merasakan bumbu-bumbu yang menempel dari daging di jarinya. Setelah mendapat pelototan dari ibunya, oik bergegas naik ke lantai atas. Ia membuka kamar Bastian. Bastian masih terlelap. Oik mencibir, dan menutup kembali kamar Bastian. Oik fokus bahwa dirinya harus mandi.

Gita mengendap-endap ke ruang Tv, dan menyalakan Tvnya. Untung saja, Ibunya sedang bekerja di ladang bersama ayahnya. Hanya ada neneknya yang sedang tertidur di sofa. Gita memindahkan channel di tv tuanya itu. Gambarnya pun kadang  tidak jelas. Gita juga harus menggoyangkan antene kecilnya agar terlihat jelas. Ia menunggu-nunggu suatu acara. Tentu saja acara infotainment para artis. Gita sangat senang acara itu. Walaupun ia tinggal di desa, ia sangat up to date dengan info2 para artis.

Baiklah, hari ini kita akan mendapat info baru dari Artis yang sudah cukup lama menjauhi media…! Yak, kita semua tahu, Cakka Nuraga menjauhi media untuk sementara waktu! Dan ada kabar baru dari managernya, ia akan syuting video clip di dareah pedesaan dekat dengan daerah hokkaido…” kata si pembawa Acara. Saat mendengar itu, Gita terbelalak dan mengeraskan volome Tvnya. Ia benar-benar tidak percaya!

Oik selesai mandi. Ia juga sudah membangunkan adiknya itu, Bastian. Oik membantu ibunya menyiapkan sarapan. Irsyad dengan baju lusuh nya duduk dengan tennag sambil meneguk susu. Bastian yang masih terlihat jorok sedang menggumam tidak jelas. Sedangkan Oik menaruh piring berisi daging asap dan juga telur kehadapan irsyad, dan Bastian. Oik tersenyum, dan duduk. Ia sudah tidak sabar memakan sarapan favoritnya ini.

“Selamat makan!” kata Oik senang. Baru saja ia memakan sedikit daging, terdengar suara perempuan di depan rumahnya. Irsyad mendesah,

“Gita, keluarlah” kata Irsayd menatap Oik. Oik hanya tersenyum miris dan buru-buru ke depan rumahnya membukakan pintu. Saat membuka pintu, Gita menjerit. Oik kaget dan menutup telinganya.

“Kya!! Oik! Kau tidak akan percaya ini!” kata Gita. Ia melompat-lompat. Oik menatap Gita aneh. Ada apa dengan anak ini?, batin Oik. Lalu membuka mulutnya.

“Apa? Pelan-pelan saja, Gita-chan” kata Oik sambil memegang bahu Gita, sahabatnya. Gita berhenti melompat lompat. Lalu menarik napas, senyumnya terkembang.

“Ka… kau tahu kan, Cakka-kun yang sering kuceritakan itu?!” Kata Gita menggebu-gebu. Oik berpikir, memikirkan sesuatu. Cakka. Hm… Oh ya, Oik ingat sosok artis itu. Penyanyi yang terkenal dan kabarnya, ia menjauhi media.

Oik mengangguk angguk, “Ya, kenapa Gita-chan? Apa ada gosip lagi yang kau ketahui?” jawab Oik dan melipat tangannya. Ia malas membicarakan ini. Hampir setiap hari, Gita selalu membicarakan Cakka. Entah kenapa, Gita tahu betul dengan Cakka. Padahal, ia tinggal di desa di Hokkaido yang sangat jauh sekali dengan tokyo. Oik sedikit kagum. Tapi, ia hanya pernah melihat Cakka di tv sekilas. Dan tidak terlihat tampan atau tidak. Jadi, entah kenapa Oik jadi ingin bertanya, mengapa Gita bisa jadi penggemar Cakka. Oik garis bawahi, penggemar.

Gita memekik lagi. Ia terlalu girang. Lalu mencengkram lengan Oik.

“Dengar,” katanya tersenyum. “Ia, akan mengadakan syuting video clip di daerah dekat sini!!” kata Gita sambil kembali melopat juga ikut memekik. Oik hanya bisa berkata “oh”  dalam hati. Tapi, karena Gita sahabatnya, ia menyimpannya dalam hati saja. Oik tersenyum,

“Apa itu bagus, Gita-chan?” tanya Oik sambil mengeluarkan seulas senyum. Gita berhenti dan menatap Oik. Oik jadi heran.
“Apa itu bagus katamu? TENTU SAJA! Sudah lama sekali aku ingin melihatnya secara langsung!” kata Gita. Lalu, terdengar suara laki-laki dari luar pagar kayu rumah Oik, menyapa Gita dan Oik. Tunggu, bukan menyapa. Tapi, mengomel.

“Apa kau bisa hentikan membicarakan dia terus, Gita-san?” kata laki-laki itu. Ia membuka topinya dan membiarkan menggantung ke belakang. Jaket jeansnya ia lingkarkan di pinggangnya. Oik tersenyum, dan melambai. Gita malah cemberut melihat laki-laki ini.

“Debo-san, selamat pagi” kata Oik sambil mendekati Debo, nama laki-laki itu. Tetangga. Oik menarik tangan Gita juga.

“Debo-san, kau mengganggu” kata Gita cemberut.

“Apa harus setiap hari kau membicarakan nya? Si-artis-bodoh itu tidak akan berpaling padamu, kan?” kata Debo memasukkan tangannya ke saku celana coklatnya. Gita henya menghembuskan napas.

“Oik-chan, apa itu benar?” tanya Gita.

“Aku rasa… mungkin” kata Oik. Gita hanya merengut. Debo tertawa.

“Daripada merengut begitu, apa kalian mau menemaniku membawa ralph dan starly jalan-jalan?” ajak Oik sambil tersenyum ramah.

###

Di sudut sebuah kamar yang cukup besar, sedang ada laki-laki yang tertiur dengan headset terpasang di telinganya. Ia juga memegang sebuah buku. Laki-laki itu, si artis itu. Cakka. Cakka merasa malas sekali pergi ke Hokkaido hari ini. Benar-benar malas. Sebenarnya, bukan malas ke Hokkaidonya, tapi malas melakukan syuting. Dasar, Yamato bodoh, pikir Cakka dalam otaknya. “Bukankah kusudah bilang, aku ingin menjauhi media dan juga mengistirahatkan pekerjaanku, selama 6 bulan saja? Kenapa baru saja berjalan 3 bulan, kau sudah memaksaku syuting video clip? Lagunya juga yang sudah kubuat 2 bulan lalu! Aku juga tidak mengadakan konser apapun! Yamato-san, tolonglah mengerti sedikit” itu kata-kata Cakka pada managernya, 2 hari lalu. Yamato-san, begitu Cakka memanggilnya, menggeleng saat itu. Cakka mendecak kesal. “ini juga bukan keinginanku, Cakka.. ini keinginan Ibumu, dan Managementmu juga sudah menetujuinya. Aku hanya diberi tugas” kata Yamato, dengan tangan melipat di dada. Cakka duduk di sofa dan menekan pelipisnya. Merencanakan sesuatu.

“Kita lihat saja, Ibu tidak akan bisa memaksaku” gumam Cakka. Yamato hanya mengangkat alisnya. Penasaran dengan laki-laki di depannya ini. Apa yang ia katakan?

Cakka membuka matanya. Membuka headsetnya dan beridiri. Ia kaget apa yang ia lihat. Ruangannya di penuhi koper-koper. Mata Cakka terbelalak dan otomatis memanggil Yamato.
“Yamato-san?! Apa-apaan ini??” tanya Cakka sambil membuka salah satu koper. Isinya baju Cakka semua. Cakka menunggu penjelasan Yamato. Yamato masuk, dan tersenyum,

“Kita berangkat siang ini juga, Cakka! Kau hanya perlu menurut” kata Yamato. Cakka merengut kesal, “Kau bilang pergi besok!” protes Cakka. Yamato memengang dagunya, dan tersenyum.
“Aku tidak bilang! Aku hanya mengatakan kita akan berangkat secepatnya. Pakai jaketmu, dan cuci mukamu. Banyak wartawan menunggu di luar” kata Yamato santai. Cakka makin kesal. Media lagi! Cakka kesal dengan media. Media selalu membuatnya stress. Selalu saja menanyakan masalah pribadi! Cakka melihat jaket hitamnya yang ia gantung di dekat kasurnya. Menuju toilet dan membasuh wajahnya.

Cakka memakai kacamata hitamnya dan menggendong ranselnya. Sisanya sudah dibawa ke mobil. Cakka jadi ingin iseng. Ia mengambil  masker dari tasnya, dan memakainya. Hm, dengan begini wajahnya jadi tidak bisa terlalu terlihat. Dan kacamata hitam mengurangi kesilauan saat flash kamera menerjang wajanhnya. Cakka kini siap kelaur walau dalam hatinya yang terdalam ingin sekali menghindari media.

Riuh sekali di luar. Cakka keluar beriringan dengan Yamato. Cakka hanya diam tidak mengatakan apapun. Yamato hanya bilang jangan ada 1 media pun yang datang ke lokasi syuting. Cakka butuh space. Cakka tersenyum, akhirnya Yamato mengertinya, sedikit. Cakka berhasil masuk mobil kia nya. Dan membuka masker. Media mendekati kaca mobil dan masih meluncurkan serentetan pertanyaan. Cakka akhirnya membuka sedikit jendelanya, dan melambai. Yamato membuka lebar, dan menyeru,
“Semua akan baik-baik saja. Kalian akan lihat hasilnya nanti. Maaf Cakka hari ini sedang tidak ingin bicara, jadi, maaf. Kami pergi dulu. Kami nanti kabari. Terima kasih!” Yamato menutup jendela dan supir menjalankan mobilnya. cakka bernapas sangat lega.

Cakka pergi dengan Yamato sang manager, 2 supir dan para kru dari management nya. Cakka membuka masker dan bersandar di jok mobil. Sebelahnya, ada yamato yang sedang membuka ponselnya.
“Ternyata, sudah banyak yang tahu kau pergi hari ini ke Hokkaido” kata Yamato sambil meng-scroll keypad ponselnya. Cakka menutup matanya.
“Aku ingin istirahat. Oh ya, Yamato. Apa di hokkaido itu nyaman?” tanya Cakka. Yamat ikut bersandar.
“Tentu saja. Suasana pedesaan dan pegunungan. Sangat damai dan tentram. Apalagi, disana tidak seramai tokyo. Nah, sambil syuting, kau juga bisa liburan kan?” kata Yamato menghimbur Cakka. Cakka menghembuskan napas.
“Ya. liburan. Bagus” gumamnya dan tertidur.

###

Oik mengikat starly di sebuah pohon yang ada di padang rumput yang sangaaaaat luas. Debo dan Gita mengikat Ralph dekat dengan Starly. Lalu mereka memutuskan untuk duduk di hamparan rumput yang luas itu. Sangat hijau, membuat Oik tenang. Debo memutuskan berbaring. Mereka sering melakukan ini. Gita tersenyum kembali. Sepertinya virus Cakka itu masuk lagi ke dirinya.
“Masih menunggu-nunggu Cakka ke Hokkaido?” tanya Debo. Wajahnya terlihat datar dan kesal. Oik bisa menebak, kalau Debo cemburu. Tapi, Oik hanya menyimpannya untuk dirinya saja. Oik menatap Gita. Wajahnya berseri.
“Tentu. Ahh… setelang ‘hilang’ selama 3 bulan, akhirnya ia kembali juga” kata Gita menerawang. Debo mendumel tidak jelas. Oik hanya diam, dan menatap lurus ke depan. Oik melihat awan gelap di ujung sana. Dahinya berkerut.
“Ada apa, Oik-chan?” tanya Gita.
“Itu. Ada awan gelap. Sepertinya akan turun hujan hari ini” kata Oik sambil mengusap lehernya.

Cakka terbangun. Sedang hujan. Ia melihat Yamato sedang sibuk berbicara di telepon. Cakka menggosok matanya, hingga merah. Lalu berkata,
“Yamato-san… apa kita sudah sampai?” tanya Cakka. Yamato melirik sebentar, dan menutup ponselnya.
“Belum, tapi… sebentar lagi. Ada penginapan yang cukup mewah disini” kata Yamato. Cakka mengecek jam nya. Baru jam 1. Tumben disini turun hujan. Kalau di Tokyo, jam 1 siang sangat terik. Cakka jadi cukup tertarik dengan Hokkaido. Karena, ia benci sekali panas. Ia takut kulitnya terbakar. Pemikiran yang cukup feminim untuk ukuran laki-laki. Tapi begitulah kenyataannya. Sebagai seorang penyanyi dan artis yang cukup terkenal, ia harus bisa menjaga tubuhnya agar tetap pada fatwa nya.

Tidak lama setelah itu, mobil memasuki kawasan sebuah penginapan. Seperti apa kata Yamato, penginapan ini cukup mewah, dan tidak terlalu ramai. Bayak mobil mewah, berarti banyak yang setara dengan Cakka. Cakka bernapas lega. Yamato mengambil payung hijau dari bawah Jok mobil dan menyuruh Cakka keluar. cakka menutup resleting jaket, dan memakai tudungnya. Ia keluar dengan cepat sambil memeluk tasnya.

Cakka sedikit menggigil karena cuaca saat ini sangat dingin. Mana, yang terlihat hanya deretan pohon-pohon besar. Cukup mengerikan suasananya. Cakka menunggu di dalam sambil menggosok gosok tangannya.
“Yamato-san.. apa masih lama? Aku kedinginan” kata Cakka. Yamato yang baru saja mengambil sebagian koper Cakka, berdehem.
“Sudah. Ayo ke kamarmu. Kamarmu sudah disiapkan oleh orang disini. Management sudah mengurusnya” kata Yamato, menyerahkan koper Cakka beserta sebuah kunci. Kunci bernomor 302. Cakka mengangkat bahu, dan berjalan menuju lift.

Saat sampai di kamarnya, Cakka membaringkan tubuhnya. Lalu dengan cepat ia menyalakan pemanas. Dingin sekali. Cakka melihat ponselnya. Tidak ada sinyal. Lalu, pintu diketuk.
“Yamato-san?” kata Cakka kaget. Ternyata yang mengetuknya adalah Yamato. Yamato masuk.
“Kamarmu hangat! Alat pemanasnya, berfungsi dengan baik ya?” kata Yamato. Cakka mengerutkan kening.
“Memang dikamarmu tidak?”
“Berfungsi, tapi tidak sehangat ini. Apa kau nyaman?” tanya Yamato sambil berkeliling di kamar Cakka. Entah apa yang ia lihat. Semua isi hotel kan sama saja. Cakka duduk di kursi.
“Ya… aku agak cukup nyaman. Tapi, lihat saja besok. Dan aku masih malas syuting”  kata Cakka. Yamato menatap Cakka
“Aku tidak peduli. Tapi aku akan memaksa. Ini permintaan…”
“Ibu. Aku tahu”kata Cakka mendorong Yamato hingga keluar kamar. Yamato sedikit bingung,
“Dah, Yamato-san!!”  Cakka mendorong Yamato hingga yamato hampir terjatuh. Dan BRUK! Cakka menutup pintu. Yamato kesal, dan mengetuk-ngetuk lagi.
“Buka pintu Cakka!! Apapun yang terjadi kau harus syuting!!” kata Yamato. Lalu menghela napas… “Sabar… tenangkan dirimu, yamato…” gumam Yamato sambil berjalan menjauhi kamar Cakka. Di dalam, Cakka tersenyum, dan berbaring.
“Tidak ada yang bisa menghentikanku! Aku, Cakka Nuraga bisa melakukan apapun! Termasuk kabur dari sini!” kata Cakka pada dirinya sendiri. Ia menghayalkan sesuatu. Suatu rencana. Rencana besar. Cakka tersenyum, rencana ini akan berhasil.

###

Oik meminum secangkir tehnya. Dirumah sepi sekali. Hanya ada dirinya. Bastian dan Irsyad sedang menjemput ayah di stasiun. Ibunya, sedang pergi berkunjung ke Nenek Shiwa, yang katanya sedang sakit. Jadilah oik sendirian. Ia menatap jam di dinding. Jam 3. Sudah sore. Harusnya, jam segini ia sedang jalan-jalan dengan sepedanya. Tapi… cuaca sedang tidak bersahabat. Tapi ini meguntungkan. Oik tak perlu menyiram ladang yang sangat luas itu. Petir menyambar. Oik menutup telinga dan matanya. Ia benci petir, dan geledek. Suaranya menakutkan.

Cakka membuka laptopnya. Ia membuka google, dan menulis Hokkaido. Walau ia sudah ada di Jepang bertahun-tahun, ia belum tahu apa-apa tentang Hokkaido. Jadi, ia sangat penasaran dengannya. Cakka melihat lihat apa yang bisa diberikan dari Hokkaido. Pemandangan… pemandangan… penginapan… dan… apa ini? Sebuah Desa? Rumah penduduk. Hmm… kebanyakan disini bekerja sebagai peternak dan petani. Tapi, Cakka tidak bisa menemukan daerah itu. Cakka jadi ingin tahu dimana tempat itu. Entah kenapa. pdahal, dari dulu Cakka tidak pernah suka apa-apa yang berbau desa. Cakka mematikan laptopnya, dan membuka gorden. Hujan sudah berhenti sekarang. Cakka tersenyum.

Oik menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. Sial! Kenapa mimpi itu lagi?! Gumam Oik. Ia menggigit ujung selimutnya. Mimpi bertemu orang yang sangaaaat menjengkelkan! Siapa orang itu? Oik malah punya firasat orang itu benar-benar akan menggangu hidupnya. Oik melirik jam. Jam 1 malam! Oik mengerang, dan menyalakan lampu. Ia ingin keluar sebentar. Walau tidak wajar keluar jam 1 malam.

Cakka mondar mandir. Jam 1 ia belum bisa tidur. Ia bingung kapan saat yang tepat menjalankan rencananya. Cakka duduk, dan berdiri lagi. Masih bingung. Lalu ia tersenyum lagi. Ia membuka jendela. Angin malam masuk. Cakka berencana mau keluar kamar. Kabur.
“Apa aku gila? Jam segini?” gumam Cakka. Ia melihat kebawah. Ia berada di lantai 3. Bagaimana cara turunnya ya? Cakka tidak bisa turun di ketinggian seperti ini. Ia pun berinisiatif turun dengan seprai. Tapi… rencana itu gagal karena salah satu kru melihat Cakka seperti itu dan memanggil Yamato. Yamato yang kebetulan sedang minum di luar, buru-buru melihat ke atas. Cakka menyumpah.
“cakka, apa yang kau lakukan?” tanya Yamato. Cakka menyumpah lagi.
“Kelihatannya? Apa aku terlihat ingin kabur?” kata Cakka kesal. Ia masuk lagi ke dalam. Yamato membisikkan sesuatu di salah satu krunya agar menjaga jendela. Yamato pun bergegas naik ke lantai 3. Yamato mengetuk pintu. Cakka membukanya malas.
“kenapa ingin kabur?” tanya Yamato. Cakka duduk bersila di kasurnya.
“Aku tidak mau syuting! Aku sudah bilang pada Kau, Yamato-san! Aku hanya ingin istirahat” kata Cakka benar-benar kesal. Kadang ia suka menyumpahi dan menyesali kenapa dirinya menjadi artis seperti ini? Merepotkan! Yamato duduk di sebelah Cakka.
“Apa kataku, kau bisa sambil liburan? Apa ini berat untukmu? Jika kau mau disini sebulan juga tidak apa-apa jika mau disambil liburan! Oke, cakka? Sekarang, tidurlah. Jangan coba kabur lagi. Ingat pesan almarhum ayahmu” kata Yamato memengang pundak Cakka. Cakka hanya diam sambil menatap kosong ke bawah. Apalagi, Yamato menungkit almarhum ayahnya.
“baiklah.. aku mengerti” kata Cakka akhirnya. Jika sudah ada kata almarhum ayahnya, ia jadi terdorong untuk bekerja. Karena ayahnya ingin sekali Cakka sukses seperti ayahnya. Yamato keluar, Cakka pun berbaring. Tertidur.

###

Oik menjalankan tugasnya seperti biasa. Cuaca juga cerah. Oik tersenyum. Ia pun mengunjungi rumah Gita dengan sepedanya.
“Gita-chan, mau jalan-jalan?” kata Oik. Gita yang sedang menyapu halaman rumahnya, terhenti dan tersenyum.
“Maaf, Oik-chan. Aku tidak bisa. Aku ketahuan menonton Tv kemarin. Jadi, nenek kesal. Ia menghukumku untuk membersihkan semua ini” kata Gita lemas. Oik menidurkan sepedanya, dan mendekati Gita.
“Mau aku bantu? Tidak apa-apa” kata oik tersenyum. Ia pun mengambil satu sapu lagu. Gita mengangguk senang. Lalu, terdengar suara wanita tua marah-marah. Gita dan Oik melihat ke sumber suara. Itu nenek Shina. Marah-marah.
“Hei kau gadis muda!!” kata nenek Shina menunjuk Oik. Oik tertegun, begitu pun Gita.
“Ada apa nek?” tanya Gita khawatir. Oik menatap nenek yang sudah tua itu. Dengan penasaran.
“Aku?” tanya Oik. Nenek itu mengangguk dan mendekat. Lalu nenek Shina mengambil sapu yang Oik pegang dengan sedikit kasar.
“Ya! kau! Untuk apa kau membantunya?? Nah, daripada itu, lebih baik kau membantuku!!” kata nenek Shina dengan suara paraunya. Oik sedikit negri. Tatapan nenek Shina selalu menegrikan. Gita hanya cemberut.
“Ta… tapi…” oik ingin mengelak, tapi nenek Shina menyerahkan sebuah keranjang ke hadapan Oik. Oik bingung. Apa yang harus ia lakukan dengan keranjang ini?
“Ini… apa?” tanya Oik sambil garuk-garuk kepala.
“Cari daun sirih di hutan! Aku butuh daun itu. Kau tidak keberatan kan? Ayo, sana pergi!” nenek Shina mendorong Oik keluar.
“Aah! Nenek!” protes Gita yang menurutnya nenek tua itu bertindak sangat sembrono. Seenaknya saja menyuruh Oik seperti itu!
“Kalau bibi mencarinya bagaimana??” tanya Gita pada neneknya. Neneknya hanya diam dan menatap kepergian Oik dengan sepedanya. Lalu bergumam sesuatu yang Gita tidak mengerti. Gita melambaikan tangannya pada Oik.
“Hati-hati!!!” pesan Gita. Oik hanya tersenyum dan mengayuh sepedanya menuju hutan.

Cakka berjalan mengikuti kemana arah Yamato berjalan. Dan para kru sibuk mengangkut angkut barang dan perlengkapan dari mobil. Yah, disini lah Cakka. Di sebuah hutan yang tidak jauh dari jalan besar. Mungkin, Cakka disini akan lama. Yamato pun sudah menyuruh para kru membawa Van agar Cakka bisa tidur.
“Nah, Cakka, apa menurutmu ini bagus? Kau bisa cuci mata disini. Temoat ini cukup strategis untuk syuting, Bukan?” kata Yamato sambil menghirup udara yang sangat segar. Cakka menatap sekitarnya. Banyak sekali pohon-pohon menjulang tinggi. Untungnya, jarak antara pohon dan pohon lainnya berjauhan. Jarang-jarang. Cakka tersenyum.
“Baiklah. Ini cukup membuat hatiku senang, sedikit” kata Cakka dan duduk di kursi yang disediakan para kru. Cakka memasang syalnya dan menutup mata. Memang nyaman, dan tenang. Sepertinya ia akan berlama-lama disini. Selama fasilitas nya memadai. Yamato menepuk pundak Cakka.
“Mister Yuan sudah datang. Ia akan mengarahkan segala sesuatu” kata Yamato. Mister Yuan, si sutradara langganan Cakka. Sutradara yang sangat tidak main-main. Cakka menghembuskan napas.
“Aku ingin ke toilet. Apa disini ada toilet?” tanya Cakka sambil beranjak. Yamato menunjuk ke arah Van. Di Van. Baguslah. Cakka bergegas masuk. Lalu yamato mengobrol dengan Mister Yuan.

Cakka benar-benar bosan. Makanya ia tidak dapat berakting dengan sempurna. Sudah berjam-jam hanya untuk mengambil take pertama. Mister Yuan tampak kesal. Cakka terlihat senang. “Batalkan, batalkan, batalkan” batin Cakka.
“Ada apa hari ini, Cakka?? Kau sungguh tak bisa diandalkan!! Baiklah, istirahat” kata Mister Yuan. Cakka melompat kegirangan.
“Oh… tuhan…” erang Yamato mendekati Cakka yang melompat ke arah tasnya, dan mengeluarkan iPodnya. Lalu duduk. Yamato mengambil 2 minuman kaleng. Dan satu menyerahkannya ke arah Cakka.
“Ini, minumlah. Cakka, jujur saja. Kau keterlaluan” kata Yamato menggeleng gelengkan kepalanya. Cakka tersenyum kemenangan.
“Siapa suruh syuting? Sudah kubilang, aku kan tidak mau!” kata Cakka cuek, dan membuka minumannya. Yamato menatap layar ponselnya.
“Ini. Ibumu sms! Apa yang harus kukatakan?” tanya Yamato. Cakka tersenyum lagi.
“Katakan saja, semua berjalan dengan lancar” kata Cakka. Yamato menjauh dan membalas sms. Kini cakka sendirian. Semua kru sibuk, termasuk Mister Yuan dan Yamato. Cakka bernajak dan membawa tasnya. Ia akan kabur, saat ini juga. Entah kemana, yang penting ia kabur dulu.

Oik terus menelusuri hutan. Daun sirih? Yang benar saja! Jarang sekali di hutan yang seperti ini. Oik kelelahan, dan ia duduk di sebuah batu besar, dan menatap sekitarnya. Sepi sekali.

Cakka mengendap-endap masuk ke dalam hutan. Jauh… dan terus menjauh. Yah! Cakka berhasil menjauh dari lokasi syuting!! Cakka terus melangkah, melihat sekitarnya. Indah sekali. Ia pun melihat sebuah sungai. Untuk sementara, ia akan berdiam dulu di pinggir sungai itu. Nyaman. Cakka pun melepas sepatunya, dan juga jaketnya. Memasukkan kakinya ke sungai. Dingin, tapi sejuk. Untuk sementara ini Cakka sangat amat tenang, dan kepenatannya lama-kelamaan hilang.

Oik mendengar sesuatu di semak-semak. Semula ia takut. Tapi… ini kan masih pagi. Jadi tidak ada yang berbahaya. Mahluk buas tidak akan keluar siang hari, itu pesan Irsyad kakaknya. Oik berdiri dan mulai menaiki sepedanya lagi. Lalu, Oik berteriak saat sesuatu jatuh dari pohon. Seseorang! Oik membuka matanya.
“Gabriel-kun?!” kata Oik. Ia diam dan hanya kaget. Gabriel, sosok yang jatuh itu bangun, dan menatap Oik. Ia tersenyum.
“Waah! Kebetulan sekali aku bertemu dengan mu, Oik-chaaan!” kata Gabriel girang, kelihatan sekali ia akan memeluk oik. Oik memekik, dan mundur, mengangkat tangannya dan melindungi dirinya,
“Jangan sentuuuh!!!” kata Oik. Gabriel mengurungkan niatnya. Lalu bersandar di sebuah pohon,
“Apa yang gadis cantik ini berkeliaran di hutan seperti ini? Apa kau mencariku? Ya kan?? Ha-ha, jawab, Oik-chan cantik” kata gabriel yang terkesan menggoda. Oik mengendus kesal, dan menjalankan sepedanya. Oik sangat kesal dengan Gabriel-kun. Tetangga yang sangat menyebalkan, karena selalu menggodanya. Seluruh desa tahu, kalau Gabriel sangat menyukai Oik. Tapi Oik TIDAK SAMA SEKALI. Oik melengos tanpa mengatakan apa-apa. Gabriel kesal. Oik cuek sekali. Ia sangat sebal. Apa yang ia lakukan selalu sia-sia.
“Tunggu, oik” gabriel mengejarnya.
“jangan ganggu aku, Gabriel-kun!! Tolong. Aku mohon. Bagaimana kalau kau menungguku di ladang saja, Gabriel-kun?” tipu Oik. Senyum gabriel terkembang. Akhirnya.
“Ah! Baiklah, aku akan menunggumu disana!” gabriel senang dan pergi. Oik menghembuskan napas lega.
“’Tunggu aku diladang’. Haha. Yang benar saja! Aku tak akan datang” oik tertawa dan terus mencari dimana letak daun sirih itu berada.

Cakka makin nekat. Ingin sekali ia masuk ke sungai itu. Padahal itu deras sekali. Ia pun membiarkan sepatu, tas dan jaketnya tertinggal disana. Cakka melangkah di atas bebatuan. Dan apa yang terjadi? Cakka terlepeleset dan Byuur! Ia tercebur, dan terbwa arus. Tenggelam. Satu hal yang Cakka tidak bisa: berenang. Memalukan.

Sedangkan dilokasi syuting. Yamato menutup flap ponselnya, dan melihat Mister Yuan memanggilnya.
“Yamato, ayo kita lanjutkan. Aku tidak akan menyerah jika Cakka tidak serius begitu. Nah, bisa panggilkan dia?” tanya Mister Yuan sambil menatap sebuah kertas yang ia pegang. Yamato mengangguk dan menuju tempat terakhir Cakka duduk. Tidak ada. Yamato celingak celinguk mencari Cakka.
“Oi, apa ada yang tahu Cakka dimana??” seru Yamato. Semua Kru mulai panik karena Cakka tidak ada di mana pun.
“Bagus! Ca…kk…kkaa….” Yamato geram, ingin marah. Ia pun menahannya. Mencoba tenang. Senbenarnya, ia setuju setuju saja juka Cakka tidak mau syting. Tapi jika sudah hilang begini Yamato tidak mau. Bisa-bisa Ibu Cakka memarahinya. Dan juga memecatnya! Yamato pun menemukan satu petunjuk. Ada jejak kaki menuju ke dalam hutan. Yamato lansung tahu, Cakka ke arah sana.

Oik masih belum menemukan dimana daun sirih itu. Oik pun mendengar suara deru air. Oik tidak tahu kalau disini ada sungai. Dengan penasaran, Oik menidurkan sepedanya dan melihat dimana letak sungai itu. Setelah sedikit berjalan, Oik melihat sungai yang jernih sekali. Oik tersenyum dan mendekati tepi sungai itu.
“Hmm… aku tidak pernah tahu ada sungai disini! Baiklah, ini penemuanku yang baru. Akan kuajak Gita-chan dan Debo-san kesini…” gumam Oik. Ia iseng membiarkan tangannya menyentuh air. Sangat sejuk. Lalu pandangan Oik tertuju pada sesuatu. Ada yang mengapung disana! Oik terkejut.
“Ya tuhan! Ada orang tenggelam!!” kata Oik. Dengan cepat, oik meraih orang itu. Oik juga sudah basah kuyup. Berat. Oik menariknya hingga ke tepi. Orang itu terbatuk-batuk. Tak bersuara. Oik membantu menekan-nekan dadanya. Orang itu masih terbatuk-batuk. Hingga ia membuka matanya. Oik menatapnya. Sepertinya Oik kenal, tapi siapa? Oik tak begitu ngeh melihatnya.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Oik pada orang itu. Orang itu mengerjap-ngerjapkan matanya, dan melihat Oik.
“K… kau menyelamatkanku?” tanya orang itu dengan suara lemahnya. Oik mengangguk. Orang itu bangun, dan menunduk,
“Terima kasih. Kupikir aku akan mati” kata orang itu. Ia menyadari satu hal. Ia hanya memakai kaus, jeans dan tidak memakai sepatu. Rambutnya pun sangat basah. Oik menatap orang itu lagi.
“Iya, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong… kau siapa?” tanya Oik. Orang itu terbelalak. Gadis ini tidak mengenalnya?
“Apa? Kau bilang apa tadi?”
“Siapa namamu? Aku tak pernah melihatmu, sebelumnya. Yah… walaupun wajahmu sangat familiar tapi… aku tidak tahu siapa kau”
“Aku Cakka! Masa kau tak mengenalku sih?” kata Cakka berkacak pinggang. Oik kaget. Cakka. Cakka. Oik sepertinya kenal. Ca… Ca…
“Cakka?! Cakka… pe… penyanyi?” tanya Oik ragu. Cakka tersenyum.
“Tentu saja! Ah, dasar orang Hokkaido. Sangat ketinggalan ya! masa tidak tahu Artis terkenal sepertiku?? Di Tokyo, semua orang tahu aku, dan namaku! Kau dengar itu, Nona?” kata Cakka bangga. Oik berkacak pinggang dan meninju perut Cakka. Cakka mengerang kesakitan pukulan Oik sangat keras.
“Hei! Berani sekali kau memukul artis!” kata Cakka sambil memegangi perutnya. Oik mengendus.
“Aku tidak peduli, kau artis atau bukan! Apa kau pantas jadi artis? Apa kau sadar?? Kau sudah menjelek-jeleki tempat kelahiranku! Orang Hokkaido tidak seperti itu!! Kau tahu, TUAN?” Oik melangkah pergi, mau mengambil sepedanya.
“Hei, hei tunggu!” Oik mengejar Oik. Oik berhenti dan menoleh ke belakang,
“Apa?!” kata Oik jutek. Cakka tersikap dan mencoba berbicara baik-baik.
“Apa kau mau meninggalkan aku sendirian disini?? Aku saja tidak tahu aku dimana?!!” kata Cakka. Oik menghela napas.
“Jadi… apa maumu?” tanya Oik.
“Bawa aku ke rumahmu!” kata Cakka dengan entengnya. Oik terbelalak sebentar, dan menyerah.
“Baiklah. Karena dari sini ke desaku cukup jauh, jadi ceritakan lah kenapa kau bisa terdampar disini” kata Oik sambil mengambil sepedanya.

Yamato, beserta beberapa kru mengikuti jejak Cakka. Mereka juga melapor pada polisi. Ini tidak main-main. Cakka, dimana kau?, Batin yamato. Cemas. Semua cemas. Apa kata para fans nya nanti? Huuuft. Dan fakta ini sudah tersebar di media.

Seperti biasa, Gita mengendap-endap lagi ke ruang Tv. Dan menonton Tv. Ada gosip apa lagi ya tentang Cakka? Gita memindahkan channel dan ia terkejut saat pembawa acara berkata, “Kami sangat terkejut saat mendengar berita ini… setelah break dari take 1 saat syuting, artis kita, Cakka menghilang! Menurut managernya, Ia tadi duduk tenang di tempat duduknya. Tapi… entah sejak kapan ia menghilang tidak ada yang tahu. Sekarang, mereka beserta dengan kepolisian sedang mencarinya…”. Gita menutup mulutnya tak percaya. Ia harus memberitahu seseorang! Tidak, Oik tidak ada di rumah! ia pun ingat Debo! Dengan cepat, Gita mematikan TV, dan bergegas menuju tetangga nya itu.

“Debo-saaaan! Debo-san!” panggil gita panik. Ia berlari. Debo yang sedang memberi makan ayam, kaget dan berkata,
“Awas langkahmu, Gita-chan! Ini licin!” kata Debo siap siaga. Gita lepas kontrol.
“Kyaa!” gita terpeleset. Gita menutup matanya takut, pasrah. Lalu, ia merasa tubuhnya di dekap seseorang. Gita membuka matanya. Debo! Debo menyelamatkannya.
“Sudah kubilang, hati-hati” kata Debo. Membantu gita berdiri dengan baik. Wajah gita memerah. Lalu menunduk.
“Ahh… debo-san… terima kasih…” kata Gita, memainkan jarinya. Debo menghentikan aktivitasnya, dan menatap gita.
“Lagipula, ada apa Gita-chan? Sepertinya ada yang penting sampai kau berlari-lari seperti itu?” tanya Debo, mencuci tangannya. Gita jadi ingat! Ia mendekat lebih dekat ke arah Debo.
“Debo-san! Debo-san harus tahu! Ini gawat sekali! Cakka-kun hilang!! Entah kemana! Saat sedang syuting, ia menghilang!!” kata Gita dengan nada yang sangat panik. Raut wajah debo yang semula penasaran, menjadi tidak peduli.
“Ah, apa peduliku dengan dia? Dengan seperti itu juga kau tidak akan membuat di kembali. Biarkan saja dia” kata Debo sambil membenarkan topinya. Gita hanya mengoceh kesal, dan memegang lengan Debo.
“Apa… apa kata Debo-san, Cakka-kun akan ada di sini?” tanya

=CUT. belum ada lanjutannya=


cr : http://serrastories.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar